Mengenal konklaf, prosesi sakral berusia ratusan tahun umat Katolik yang telah resmi dimulai pada 7 Mei 2025. Sebanyak 133 kardinal dari seluruh dunia telah berkumpul di Kapel Sistina, Vatikan. Seluruh umat Katolik di seluruh dunia menanti asap putih dan seruan “Habemus Papam!” atau “kita memiliki Paus!” dari balkon Basilika Santo Petrus oleh kardinal protodeakon.
Meninggalnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025 yang lalu menyisakan kesedihan mendalam bagi seluruh orang di seluruh dunia, terlebih untuk setiap umat Katolik. Di tengah polemik dan perubahan situasi dunia yang cepat, kosongnya tahta Santo Petrus menyesakkan dada. Lantas, Gereja Katolik bergegas dalam persiapan dan pelaksanaan konklaf yang akan berlangsung dalam beberapa waktu kedepan.

Sejarah Konklaf
Konklaf berasal dari Bahasa Latin, cum clave, atau yang berarti “dikunci”. Dalam pelaksanaannya, seluruh kardinal yang hadir berhak memilih serta dipilih pada prosesi konklaf dan akan dikunci di dalam satu tempat, jauh dari hingar bingar dunia luar hingga waktu yang tidak ditentukan untuk satu tujuan, yaitu memilih Uskup Roma dan pemimpin tertinggi Gereja Katolik. Konklaf sendiri dilaksanakan setelah Paus meninggal atau terjadinya pengunduran diri Paus dari jabatannya, seperti yang terjadi pada masa Paus Benediktus XVI di tahun 2013.
Konklaf pertama ditetapkan oleh Paus Gregorius X dalam Konsili Lyon II pada tahun 1274 setelah pemilihan Paus Gregorius berlangsung selama hampir tiga tahun tanpa hasil, dan mulai saat itu menjadi prosesi yang tak pernah lepas dalam sejarah Katolik. Pelaksanaan konklaf yang terkunci juga tak lain dan tak bukan bertujuan untuk melindungi dan menjaga kebebasan para kardinal dari tekanan dan distraksi eksternal yang dapat mempengaruhi pemilihan Paus selanjutnya, dan menempatkan doa, serta Roh Kudus sebagai petunjuk dalam prosesi konklaf.

Umumnya prosesi konklaf berlangsung setelah terlaksananya Novemdiales, yakni masa berkabung Paus yang berlangsung selama sembilan hari setelah wafatnya Paus. Novemdiales sendiri ditandai dengan misa pemakaman Paus yang berpulang. Sementara untuk kasus pengunduran diri Paus seperti yang terjadi di tahun 2013, Paus yang mengundurkan diri berhak memilih waktu efektif pengunduran dirinya dan konklaf berlangsung setelah posisi Paus resmi kosong atau lowong.
Tahapan Pelaksanaan Konklaf
Prosesi dimulai dengan misa khusus di Basilika Santo Petrus yang bertujuan untuk memilih Paus baru. Misa pemilihan Paus baru ini bersifat terbuka untuk publik dan seringkali dijadikan momen bersama untuk berdoa bersama seluruh umat. Selanjutnya seluruh kardinal yang memenuhi syarat datang ke Vatikan dan menuju ke Kapel Sistina untuk diambil sumpahnya demi menjaga kerahasiaan konklaf. Seluruh alat komunikasi seperti jam tangan pintar, ponsel, dan alat surat menyurat diminta untuk memutus komunikasi dengan dunia luar seutuhnya hingga pelaksanaan konklaf selesai.
Syarat seorang kardinal dapat mengikuti konklaf diantaranya adalah harus berusia di bawah 80 tahun untuk dapat dipilih dan memilih. Satu-satunya kardinal dari Indonesia yang memenuhi syarat dan saat ini mengikuti konklaf adalah Uskup Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo. Pemilihan Paus berlangsung secara tertutup dan penuh kerahasiaan dari tiap-tiap kardinal yang memilih. Setiap kardinal akan diberikan secarik kertas yang bertuliskan “Eligo in Summum Pontificem” atau “saya memilih sebagai Paus tertinggi” di bagian atasnya untuk dituliskan nama seorang kandidat yang dirasa baik sebagai calon Paus selanjutnya dan melipatnya menjadi dua.

Kardinal kemudian akan dipanggil satu per satu untuk memasukkan secarik kertas tersebut ke dalam cawan yang telah dipersiapkan sembari mengucap sumpah “Testor Christum Dominum, qui me iudicaturus est, me eligere in conclavi eum, quem secundum Deum iudico eligi debere.” atau “Aku memanggil Kristus Tuhan sebagai saksiku, yang akan menghakimiku, bahwa suaraku diberikan kepada orang yang menurut kehendak Tuhan aku anggap layak untuk dipilih.”
Setiap harinya, tiga pengawas akan dipilih secara undian dari seluruh kardinal yang hadir dan bertugas menghimpun serta menghitung suara yang ada. Surat suara akan dihitung secara seksama sebelum ditusukkan menggunakan jarum pada kata “eligo” dan terhubung dengan benang panjang untuk menjadi sebuah bundel. Surat suara yang telah ditusuk tersebut kemudian dibakar di tungku yang asapnya mengarah ke cerobong asap dan terhubung keluar sebagai bentuk komunikasi dengan umat yang menanti.
Asap akan dikeluarkan melalui cerobong yang terhubung dari dalam Kapel Sistina sebagai bentuk komunikasi dengan umat di seluruh dunia yang telah menanti. Jika surat suara belum mencapai jumlah yang telah ditetapkan, bahan kimia akan ditambahkan pada pembakaran tersebut dan akan menghasilkan asap berwarna hitam (fumata nera). Jika surat suara telah mencapai jumlahnya, maka asap pembakaran akan berwarna putih (fumata bianca) dan lonceng akan dibunyikan untuk menandakan konklaf telah berakhir dan Paus sudah terpilih.

Paus yang telah terpilih akan dihampiri oleh kardinal protodeakon untuk ditanya apakah ia bersedia dan menerima pemilihan kanonik sebagai Paus tertinggi, dan jika ia menghendaki, kardinal protodeakon akan kembali bertanya dengan nama apa Paus terpilih ingin dipanggil. “Habemus Papam!” akan dikumandangkan bersamaan dengan kemunculan perdana Paus di balkon Basilika Santo Petrus untuk menyapa umat katolik di seluruh dunia.
Biasanya pengambilan suara hanya dilakukan satu putaran di hari pertama, dan akan dilakukan sebanyak empat putaran suara per harinya jika belum ada Paus yang terpilih. Pengambilan suara akan berakhir jika seorang kardinal telah mendapatkan dua pertiga suara yang dibutuhkan. Jika setelah tiga hari jumlah suara belum terpenuhi, konklaf akan dihentikan sementara, yakni selama satu hari, untuk diadakan doa dan refleksi. Konklaf terlama pernah berlangsung selama 1006 hari atau hampir tiga tahun pada tahun 1268 hingga 1271.
Komentar